Kamis
sore, tepatnya 19 Januari 2017 adalah hari yang aku tunggu sejak
akhir tahun lalu. Karena pada hari ini aku akan menambah sedikit
sejarah dalam hidupku, berkunjung ke Pattani, Thailand.
Aku
tidak sendiri, keberangkatanku ke negeri gajah ini tak lain karena
ingin berkunjung ke rumah sahabatku, Naemah Waebueraheng.
Perjalanan
ini sudah aku nantikan sejak dua tahun yang lalu. Setiap kali pulang,
Naim (begitu ia kerap disapa) selalu mengajakku untuk turut serta.
Tapi karena status mahasiswa yang masih membebaniku beabreg tanggung
jawab membuatku belum bisa untuk pergi.
Pagi
yang cerah aku awali dengan mendampingi model Azzura untuk sesi foto
Ederra. Aku ingat betul, belum ada jam 11 tapi Naim sudah mengabariku
dan bertanya ‘Sudah berangkat?’ sedikit bingung karena
penerbangan dijadwalkan pukul 15.00. Singkat cerita ternyata terjadi
miskomunikasi di antara kami, penerbangan ke Kuala Lumpur dijadwalkan
dari Bandara Adisumarmo, Solo, bukan Bandara Adisucipto, Yogyakarta.
Aku benar benar tidak ingat kalau Naim pernah memberitahuku bahwa
penerbangan dari Solo, begitupun ia yang lupa mengirimiku e-tiket
penerbangan kami. Alhasil, gradak gruduk aku pulang dan bersiap.
Alhamdulillah tidak ada kendala, perjalanan ke Solo sangat lancar dan
aku sampai tepat waktu. Terima kasih Lek Adung, Bulek Inung dan Nizam
yang sudah berkenan mengantarku sejauh ini. Sebelum berangkat aku
menyempatkan diri mampir ke Money Changer untuk menukar uang rupiah
dengan uang bath (mata uang Thailand), tapi karena kehabisan stok,
aku cuma dapat sekitar 400 bath. Kurs nya 1 bath setara dengan 395
rupiah.
Kenapa
ke Kuala Lumpur? Karena belum ada penerbangan langsung ke Thailand.
Maskapai
Air Asia yang mengantarkan kami mengingatkanku pada perjalanan di
awal tahun 2015 lalu, pengalaman yang sangat menyenangkan dan tak
terlupakan yakni kunjunganku bersama teman teman kuliah ke UMP
(Universiti Malaysia Pahang). Saat itu kami mengikuti Mobility
Program selama dua minggu, pelajaran baru, pengalam baru dan tentunya
teman baru.
Sesampainya di KLIA2 (Bandara Internasional Kuala
Lumpur), tujuan pertama kami adalah Money Changer. Uang bath yang aku
dapat di Indonesia aku tukarkan dengan uang ringgit. 1000 bath setara
dengan 115 RM (Ringgit Malaysia). Setelah itu kami langsung bergegas
naik bus dari bandara ke TBS (Terminal Bersepadu Selatan) dengan
biaya 11 RM. Sesampainya di TBS, kami menyempatkan makan malam. Menu
yang aku pilih adalah nasi goreng seafood dengan es milo (andalanku
kalau di Malaysia). Nasi goreng 7.5 RM dan es milo 3.5 RM, belum
termasuk pajak. Pemesanan tiket bus ‘Suasana Edaran’ menuju
Hatyai membutuhkan biaya sebesar 55 RM. Delay satu jam tak membuat
semangat kami redup. Perjalanan ke Hatyai membutuhkan waktu sekitar 8
jam, jadi kami menghabiskan waktu semalaman di dalam bus. Naik turun
mondar mandir di imigrasi untuk menunjukkan paspor (saat itu, aku
benar benar merasa seperti seorang TKW). Aku tidak ingat berapa kali
aku menceritakan alasanku ke Thailand karena semua petugas perjalanan
yang aku temui pasti menanyakan alasan kepergianku yang genap hampir
sebulan lamanya itu. Alhamdulillah di dalam bus ada fasilitas listrik
dan wifi, jadi aku bisa mengabari orang rumah (keluarga maksudnya)
tentang keadaan dan perjalananku.
Matahari sudah menunjukkan sinarnya, aku mulai
tersenyum, yaa karena aku mulai tidak paham dengan tulisan keriting
yang terpampang di sepanjang jalan. Assalamu’alaykum Thailand.
Dari terminal bus Hatyai, kami harus menaiki taxi
menuju Yala. Perjalanan hampir 2 jam ini menghabiskan biaya 50 bath
(ciyee sudah pakai uang bath). Dari Yala, barulah kami menaiki bus
antar kota yang akan mengantarkan kami langsung ke tujuan. 20 bath
untuk perjalanan 15 menit ini.
Sesampainya di rumah, mama (Ibunda Naemah) sudah
menunggu kami dengan hidangan yang sangat menggugah selera. Tomyam,
daging ayam tumis (aku lupa namanya), telur dadar ala Thailand, timun
dan sambal terasi (disini apa namanya yaa, aku gak bisa ingat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar